Dra. Sri Suprapti

Gutu Bahasa Jawa

Suka membaca dan menulis

Kunjungi Profil

BANCAKAN WETON, PERLUKAH DILESTARIKAN?

Artikel

BANCAKAN WETON, PERLUKAH DILESTARIKAN?

Oleh :  Sri Suprapti, Guru Bahasa Jawa SMP Negeri 8 Surakarta.

Yang dimaksud Bancakan weton adalah peringatan hari lahir berdasarkan saptawarna dan pancawarna yang merupakan tradisi masyarakat Jawa yang berputar 35 hari sekali. Peringatan hari kelahiran masyarakat Jawa dilakukan 35 hari sekali, berbeda dengan acara ulang tahun yang diperingati setahun sekali. Tujuan wetonan atau bancakan weton adalah ucapan rasa syukur atas rahmat-Nya sekaligus sebagai permohonan kepada-Nya agar orang yang diselamati diberi keselamatan dan kesuksesan pada hari-hari selanjutnya. 

Ini merupakan salah satu keanekaragaman budaya di Indonesia merupakan aset yang tidak ternilai harganya. Kekayaan ini memang bukan bersifat materiil seperti sumber daya alam yang ada. Namun kita bisa menyaksikan betapa bangsa ini mulai meninggalkan budaya yang dimiliki. Saat ini kita melihat bagaimana kurangnya perhatian bangsa ini dalam melestarikan kebudayaan dan kesenian yang ada di Indonesia. Sebenarnya tidak sepenuhnya juga masyarakat kita melupakan tradisi dan kebudayaan yang dimiliki oleh Indonesia. Masih banyak orang-orang yang dengan tulus ikhlas melestarikan dan menjaga kebudayaan tersebut di tengah gencar-gencarnya arus budaya yang dimasukkan dari barat.

Penulis akan menganalisa tentang bentuk dan makna  tradisi bancakan weton yang terdapat di bebeapa tempat, karena samar-samar tradisi ini masih tetap dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya. Seperti dalam masyarakat Jawa, dikisahkan oleh seorang sahabat tentang bagaimana sang ibu selalu mengusahakan membuat bancakan weton sedari kecil sampai akil baligh. Persepsi tentang wacana yang menyatakan bahwa bancakan weton tidak sesuai dengan ajaran agama, tidak sepenuhnya ditaati masyarakat, kenyataannya sebagian masyarakat  masih melakukan budaya bancakan weton ini bahkan dari berbagai agama baik itu Islam, Kristen, Katholik, Hindhu, dan Budha.

 Menurut penulis, tradisi bancakan weton ini artinya masih ada walaupun sudah jarang masyarakat yang masih melakukannya. Tradisi bancakan weton merupakan budaya yang dilakukan oleh masyarakat dari berbagai agama dan kepercayaan. Dan menurut pelaku tradisi bancakan weton, mereka berpendapat bahwa budaya ini memiliki relevansi dan memiliki manfaat bagi masyarakat pendukungnya.

Adapun masakan yang harus disiapkan untuk bancakan berupa nasi tumpeng, gudangan atau kulupan ( berbagai macam sayuran yang direbus ) telur, dan juga jajanan pasar.
Kelengkapan bancaan mempunyai banyak makna. Nasi putih yang dibuat berbentuk tumpeng atau kerucut adalah simbol dari gunung. Bentuk itu merupakan interprestasi dari doa manusia yang menuju ke atas ( Tuhan ),tumuju marang pangeran ( tertuju kepada Tuhan ). Melakukan doa dengan penuh ketenangan, pikiran tidak kemana-mana, diam dan teguh, serta bersungguh-sungguh.

Masakan yang berupa gudhangan atau kulupan yang terdiri atas beraneka macam sayuran yang direbus memiliki makna gudhange dhuwit ( gudangnya uang ). Sakparan-paran ora kepatendalan ( Di manapun / kemanapun tidak tersesat jalan ). Sayuran yang dipakai untuk gudhangan umumnya adalah bayam ( adhem ayem ). Bayam mempunyai makna ketenteraman yang identik dengan kehidupan yang dicari manusia Jawa. Urip ayem tentrem ( Hidup dengan  tenteram dan penuh dengan kedamaian ). Itulah yang dicari manusia dalam hidup di dunia ini.

Ada pula kacang panjang (Yuswa dawa) yang maknanya adalah permohonan umur panjang. Kacang ini disajikan dengan tidak dipotong-potong, tetapi dibiarkan memanjang karena merupakan simbol dari umur panjang manusia serta rezeki yang tidak terpotong-potong. Siapapun manusia itu pasti mengharapkan umur yang panjang dan rejeki yang berlimpah. Selanjutnya adalah cambah ( tansah semrambah ). Cambah atau taoge mempunyai makna tanasah semrambah yang artinya selalu menyebar. Telur ayam jumlahnya bisa 7 ( pitu )  yang artinya pitulungan / pertolongan atau 11 ( sewelas ) atau kawelasan yang artinya belas kasihan.

Dari tradisi bancakan weton banyak hal yang bisa kita petik. Tradisi bancakan weton bagi masyarakat Jawa melambangkan penghayataan dan penghargaan terhadap nilai-nilai moral, spiritual, tradisi, dan agama. Simbolisme menekankan pada harmoni dan upaya manusia Jawa dalam menjalani kehidupan dengan memegang aturan sosial, ajaran moral, hingga tradisi dan ajaran agama. Simbol dalam tradisi bancakan weton bisa dirunut dari uba rampe / sarana yang digunakan, yaitu nasi tumpeng, gudangan, telur, dan perangkat yang digunakan, seperti daun pisang. 

Bancakan ini merupakan pernyataan rasa syukur kepada Tuhan YME atas keberhasilannya. Weton merupakan hari lahir. Perlengkapannya adalah : nasi urap ( gudangan ),telur rebus, dan juga jajan pasar ( Ensiklopedi Kebudayaan Jawa, 1999:53). Orang Jawa memiliki tradisi yang disebut selapanan, yaitu memperingati weton kelahiran dengan melakukan laku prihatin, misalnya dengan lelaku puasa ngapit ( puasa tiga hari yaitu pada hari weton ditambah satu hari sebelum dan sehari sesudahnya ),mutih (  selama beberapa hari hanya makan nasi putih dan minum air putih tawar  saja tanpa puasa, jadi boleh makan dan minum kapan saja ).

Selain itu ada pula lelaku puasa tiga hari sebelum weton, lima hari sebelum weton dan berbagai jenis cara puasa lainnya,  melek ( tidak tidur) selama 24 jam dimulai saat matahari terbenam saat masuk hari wetonnya diakhiri ketika matahari terbenam di hari wetonnya sambil menghidangkan sesaji berupa variasi empat warna bubur dan sesaji lainnya yang memiliki arti simbolik yang luhur. Menyediakan sesaji sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME.

Bagi masyarakat pendukung budaya bancakan weton ini, mereka berpendapat bahwa dengan menghayati dan mengamalkan bancakan weton ini akan membawa dampak yang baik diantaranya : sebagai tanda syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai salah satu momen untuk berintrospeksi diri, ingat kembali pada kodrat dan tugas sebagai manusia di muka bumi.

Kembali mengenal setiap unsur yang menyertai diri manusia hidup di muka bumi ini, yaitu para sedulur sejati , ada pula yang mengartikan sedulur papat lima pancer . Yang terakhir bahwa mereka percaya dan memahami jika setiap orang ada yang momong atau pengasuh dan pembimbing secara metafisik. Pamomong selalu membimbing dan mengarahkan agar seseorang tidak salah langkah, supaya lakune pener lan pas.  

Bancakan weton adalah simbol dari pemaknaan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa  dan dari sisi kemanusiaan dan interaksi sosial menjadikan budaya bancakan weton ini adalah salah satu pemicu dari munculnya budaya baru, yaitu budaya berbagi dalam masyarakat Jawa. Dalam ajaran agama apapun menganjurkan kita berbagi kepada sesama manusia, dan bancakan weton adalah simbol dari implementasi hal tersebut. 

Penulis berpendapat, melihat budaya dari proses / tradisi itu sendiri tentang persepsi masyarakat yang tidak menyetujui bahkan melarang dilakukannya budaya bancakan weton merupakan pemaknaan bahwa dalam proses budaya bancakan weton pelaku membutuhkan dana yang tidak sedikit dan jika budaya ini dipaksakan untuk dilaksanakan oleh masyarakat menengah ke bawah dengan  berhutang, maka akan memberatkan pelaku budaya bancakan weton ini dari segi ekonomi. 

Penulis berharap agar tulisan ini bermanfaat memberi sumbangan ilmu pengetahuan khususnya bidang  kearifan lokal Jawa dan kajian budaya. Apakah tradisi bancakan weton  akan anda ajarkan kepada anak cucu anda? Bagaimana jika mereka tidak melaksanakannya? Perlukah dilestarikan?


Komentar (0)

Tuliskan Komentar Anda

- Belum ada komentar, jadilah yang pertama berkomentar -