Ahmad Dwi Bayu Saputro

Kunjungi Profil

Cerita Guru Ketika Pandemi

Sekitar setahun yang lalu, saya mengantar istri ke rumah seorang temannya. Kedatangan kami dalam rangka menengok teman yang baru saja melahirkan. Seperti kehidupan orang desa pada umumnya, ketika ada tetangga, teman atau saudara yang melahirkan pasti banyak yang menjenguknya.

Selama kurang lebih setengah jam, kami menikmati perjalanan menggunakan sepeda motor. Kami berangkat dari Salatiga menuju ke sebuah perkampungan di daerah Bringin, Kabupaten Semarang. 

Jalannya sudah bagus. Tidak seperti dahulu kala. Jalan utama sudah banyak yang menggunakan cor semen sehingga tidak mudah rusak karena kondisi geografis di daerah tersebut tanahnya sering bergerak. Saya ucapkan terima kasih kepada jajaran pemerintah yang telah membangun jalan aspal menjadi semakin bagus.

Sesampainya di rumah tujuan kami pun disambut dengan ceria. Layaknya orang desa pada umumnya, pemilik rumah dengan segera bergegas pergi ke tetangga sebelah guna membeli ini dan itu. Kami pun setengah merasa sungkan akan penghormatan yang terlalu berlebihan. 

Dalam kunjungan yang singkat tersebut, kami berdua menanyakan kabar. Kami juga bertanya lahiran dengan normal atau sesar. Seketika itu ia langsung menjawab lahir dengan normal dan tanpa halangan. Alhamdulillah.

Kebetulan, teman yang saya kunjungi merupakan seorang guru TK. Istri saya bertanya kepadanya, "Gimana Jeng peserta didiknya?"

"Waduh, sekarang parah," jawabnya dengan singkat. 

Mendengarkan jawaban tersebut saya jadi penasaran dan balik bertanya, mengapa sekarang parah? Ia kemudian menjawabnya bahwa peserta didik zaman sekarang lebih susah diatur dan lebih bodoh. 

"Saya sangat merasakan betul bagaimana pembelajaran sebelum corona dan setelah corona melanda. Ketika corona datang, pembelajaran menjadi daring dan internet menjadi sebuah kebutuhan. Dari internet itulah anak akhirnya menjadi semakin ketagihan," ungkapnya. 

Menurutnya, dulu ketika belum menggunakan internet, murid mungkin kelihatan katrok namun lebih mudah diatur dan ketika diajar lebih mudah paham. Ketika internet sudah menggema, ternyata malah berbanding terbalik. 

Begitulah zaman sekarang ini. Kecanggihan akan internet ternyata mempunyai dampak yang cukup signifikan; pengeluaran bertambah, orang tua menjadi semakin pusing karena harus mengajari anaknya di rumah, anak menjadi kurang sehat karena terlalu fokus dengan gadget dan lain seterusnya. 

Untungnya, saat ini pembelajaran sudah mulai normal tatap muka kembali. Paling tidak, hal-hal yang tidak diinginkan akan dapat diminimalisir.

Begitulah cerita dari seorang teman yang setiap hari mengajar di sekolah. Semoga bermanfaat. 

Penulis: Ahmad Dwi Bayu Saputro

Editor: Putra


Komentar (2)

Tuliskan Komentar Anda

Komentar Terbaru

Helmy Wijaya,M.Pd.I
1 tahun yang lalu

Menurut saya, tatap muka itu sangat penting sekali untuk interaksi sosial.


Helmy Wijaya,M.Pd.I
1 tahun yang lalu

Ini namanya pengaruh hp android